MANFAAT KOMPUTER BAGI SUMBER DAYA PERIKANAN
Komputer adalah hasil dari kemajuan
teknologi elektronika dan informatika yang berfungsi sebagai alat bantu untuk
menulis, menggambar, menyunting gambar atau foto, membuat animasi,
mengoperasikan program analisis ilmiah, simulasi dan untuk kontrol peralatan.
Bentuk komputer yang dulu cukup
besar untuk mengoperasikan sebuah program, sekarang berbentuk kecil dengan
kemampuan mengoperasikan program yang beragam. Perlengkapan elektronik
(hardware) dan program (perangkat lunak/software) telah menjadikan sebuah komputer
menjadi benda yang berguna. Sebuah komputer yang hanya memiliki perlengkapan
elektronik saja atau software saja tidak akan berfungsi. Dengan ada keduanya
maka komputer dapat berfungsi menjadi alat yang berguna. Manfaat komputer saat
ini cukup beragam mulai sebagai alat bantu menulis, menggambar, mengedit foto,
memutar video, memutar lagu sampai analisis data hasil penelitian maupun untuk
mengoperasikan program-program penyelesaian problem-problem ilmiah, industri
dan bisinis.
Selanjutnya dalam menghadapi era
globalisasi, sudah sepantasnya mahasiswa calon sarjana yang kelak terjun dalam
dunia kerja untuk mengetahui dan menguasai penggunaan komputer. Sebab seperti
yang dipaparkan diatas bahwa manfaat komputer cukup beragam yang pada intinya
mempermudah kegiatan manusia di segala bidang seperti di bidang industri,
pendidikan, kedokteran, perbankan, transportasi, telekomunikasi, lingkungan,
ekologi, serta pertanian. Dalam bidang pertanian dimana kini pertanian bukan
lagi dalam hal mencangkul dan menanam di sawah, lebih dari itu teknologi
komputer pun mulai diterapkan dalam bidang pertanian dengan tujuan
mempermudah kegiatan-kegiatan pertanian.
Dengan demikian komputer sudah
merupakan peralatan bagi kebutuhan masyarakat luas dan tidak terbatas hanya
untuk kalangan tertentu saja. Apabila masyarakat sudah mengenal manfaat
komputer dengan baik, maka di jaman internet-internet ini, setiap orang yang
memiliki personal komputer dapat mengakses informasi internet hanya dengan
menambah sedikit perangkat tambahan. Seolah-olah semakin banyak masyarakat yang
mengenal manfaat komputer semakin siaplah masyarakat tersebut untuk bersaing
dalam dunia di era gloalisasi.
Menurut Kusyanto (2001) potensi sumber daya perikanan
di Indonesia adalah 6.1 juta ton per tahun dan baru termanfaatkan sekitar 57%.
Kurangnya pemanfaatan teknologi dalam eksploitasi sumber daya ikan2 tersebut
menyebabkan tidak optimumnya pemanfaatan sumber daya ikan yang ada.
Pemanfaatan suatu teknologi seperti Sistem Informasi
Geografis untuk perikanan diharapkan dapat mampu memberikan suatu gambaran dan
suatu tampilan spasial tentang sumber-sumber atau spot-spot perikanan di
wilayah indonesia yaitu dengan menggabungkan faktor-faktor lingkungan yang
mendukung tempat hidup dan berkumpulnya berbagai jenis ikan tersebut sehingga
dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan hasil penangkapan ikan (Kusnadi, 2010).
Ikan dengan mobilitasnya yang tinggi akan lebih mudah
dilacak disuatu area melalui teknologi ini karena ikan cenderung berkumpul pada
kondisi lingkungan tertentu seperti adanya peristiwa upwelling, dinamika arus
pusaran (eddy) dan daerah front gradient pertemuan dua massa air yang berbeda
baik itu salinitas, suhu atau klorofil-a. Pengetahuan dasar yang dipakai dalam
melakukan pengkajian adalah mencari hubungan antara spesies ikan dan faktor
lingkungan di sekelilingnya. Dari hasil analisa ini akan diperoleh indikator
oseanografi yang cocok untuk ikan tertentu. Sebagai contoh ikan albacore tuna
di laut utara Pasifik cenderung terkonsetrasi pada kisaran suhu 18.5-21.5o C
dan berassosiasi dengan tingkat klorofil-a sekitar 0.3 mg m-3 (Polovia,
2001).
Selanjutnya output yang didapatkan dari indikator
oseanografi yang bersesuaian dengan distribusi dan kelimpahan ikan dipetakan
dengan teknologi SIG. Data indikator oseanografi yang cocok untuk ikan perlu
diintegrasikan dengan berbagai layer pada SIG karena ikan sangat mungkin
merespon bukan hanya pada satu parameter lingkungan saja, tapi berbagai
parameter yang saling berkaitan. Dengan kombinasi SIG, inderaja dan data
lapangan akan memberikan banyak informasi spasial misalnya dimana posisi ikan
banyak tertangkap, berapa jaraknya antara fishing base dan fishing ground yang
produktif serta kapan musim penangkapan ikan yang efektif. Tentu saja hal ini
akan memberi gambaran solusi tentang pertanyaan nelayan kapan dan dimana bias
mendapatkan banyak ikan (Mbojo, 2008).
Pengembangan SIG untuk kelautan mempunyai dua kendala
umum, pertama bahwa dasar-dasar perkembangan SIG adalah untuk keperluan
analisis keruangan pada suatu lahan (land-based sciences), kedua analisis SIG
untuk laut lebih banyak menggunakan 3D, sedangkan SIG sendiri masih kurang
mampu mengaplikasikan 3D secara baik pada daerah2 yg luas (Kusuma, 2004).
Pemanfaatan Geographic
Information System (GIS) untuk bidang kelautan semakin berkembang dengan sistem
aplikasi yang telah banyak dikembangkan oleh berbagai developer dan institusi.
ComLabs USDI-ITB menyelenggarakan seminar dan training Aplikasi GIS untuk
Pertanian dan Perkebunan. Seminar dan training merupakan rangkaian program
sosialisasi dan optimalisasi pemanfaatan GIS untuk bidang Pengembangan Potensi
Kelautan (Supriharyono, 2000).
GIS juga dapat membawa manfaat dalam menangani
bencana alam dengan GIS-OSS. Geographic Information System (GIS) yang berbasis
Open Source Software (OSS) dapat membantu permasalahan manajemen penanganan
bencana dengan menghubungkan para donatur, sukarelawan, LSM/NGO dan pemerintah
sehingga memungkinkan pihak-pihak tersebut dapat bekerja sebagai satu kesatuan.
Selain itu juga membantu penyaluran bantuan secara merata dan seimbang, juga
membuat penanganan bencana lebih transparan. Untuk itu dibangun GIS yang dapat
meningkatkan kreativitas dan inovasi juga memacu pengembangan perangkat linak
nasional melalui pengembangan open source software; sehingga dapat membantu
program pemerintah di bidang TIK terutama untuk penanganan bencana (Tay, 1998).
Kegiatan penangkapan ikan pada periode akhir-akhir ini
semakin berkembang seiring dengan perkembangan teknologi penangkapan. Situasi
ini terlihat dengan semakin berkurangnya jumlah alat tangkap tradisional
seperti jenis alat tangkap perangkap dan jaring angkat serta diikuti dengan
meningkatnya penggunaan alat tangkap yang lebih efektif dan efisien. Hal
tersebut mengakibatkan pemanfaatan sumberdaya ikan di laut semakin intensif dan
daya jangkauan operasi penangkapan ikan oleh para nelayan semakin luas dan jauh
dari daerah asal nelayan tersebut (Budiyanto, 2005).
Sumberdaya ikan dikenal sebagai sumberdaya milik
bersama (common property) yang rawan terhadap tangkap lebih (over fishing) dan
pemanfaatannya dapat merupakan sumber konflik (di daerah penangkapan ikan
maupun dalarn pemasaran hasil tangkapan). Konflik sering terjadi karena tidak
jelasnya wilayah pemanfaatan yaitu dapat melibatkan nelayan dalam satu daerah
yang sama ataupun antara daerah yang satu dengan dengan daerah lainnya. Konflik
nelayan juga terjadi antara nelayan setempat dengan nelayan andon yang umumnya
disebabkan perbedaan alat tangkap yang dipergunakan dan pelanggaran daerah penangkapan
(Pramudya, 2008).
Salah satu upaya yang telah ditempuh pemerintah dalam
menghindari terjadinya konflik pemanfaatan adalah dengan mengendalikan
perkembangan kegiatan penangkapan ikan melalui penerapan zonasi Jalur
Penangkapan Ikan di laut, berdasarkan Kepmentan No. 392 tahun 1999 yang isinya
antara lain mengatur pembagian daerah penangkapan ikan dan penentuan jenis,
ukuran kapal, dan alat penangkapan ikan yang dilarang dan diperbolehkan
penggunaannya. Zonasi merupakan suatu bentuk rekayasa teknik pemanfaatan ruang
melalui penetapan batas-batas fungsional sesuai dengan potensi sumber daya dan
daya dukung serta prosesproses ekologis yang berlangsung sebagai satu kesatuan
dalam ekosistem pesisir (Supriharyono, 2000).
Sistem Informasi Georafis atau Georaphic Information
Sistem (GIS) merupakan suatu sistem informasi yang berbasis komputer, dirancang
untuk bekerja dengan menggunakan data yang memiliki informasi spasial
(bereferensi keruangan). Sistem ini mengcapture, mengecek, mengintegrasikan,
memanipulasi, menganalisa, dan menampilkan data yang secara spasial
mereferensikan kepada kondisi bumi. Teknologi SIG mengintegrasikan
operasi-operasi umum database, seperti query dan analisa statistik, dengan
kemampuan visualisasi dan analisa yang unik yang dimiliki oleh pemetaan.
Kemampuan inilah yang membedakan SIG dengan Sistem Informasi lainya yang
membuatnya menjadi berguna berbagai kalangan untuk menjelaskan kejadian,
merencanakan strategi, dan memprediksi apa yang terjadi (Lemay, 1997).
Sistem ini pertama kali diperkenalkan di Indonesia
pada tahun 1972 dengan nama Data Banks for Develompment. Munculnya istilah
Sistem Informasi Geografis seperti sekarang ini setelah dicetuskan oleh General
Assembly dari International Geographical Union di Ottawa Kanada pada tahun 1967.
Dikembangkan oleh Roger Tomlinson, yang kemudian disebut CGIS (Canadian GIS-SIG
Kanada), digunakan untuk menyimpan, menganalisa dan mengolah data yang
dikumpulkan untuk inventarisasi Tanah Kanada (CLI-Canadian Land Inventory)
sebuah inisiatif untuk mengetahui kemampuan lahan di wilayah pedesaan Kanada
dengan memetakan berbagai informasi pada tanah, pertanian, pariwisata, alam
bebas, unggas dan penggunaan tanah pada skala 1:250000. Sejak saat itu Sistem
Informasi Geografis berkembang di beberapa benua terutama Benua Amerika,
BenuaEropa, Benua Australia, dan Benua Asia. Seperti di Negara-negara yang
lain, di Indonesia pengembangan SIG dimulai di lingkungan pemerintahan dan
militer. Perkembangan SIG menjadi pesat semenjak di ditunjang oleh sumberdaya
yang bergerak di lingkungan akademis
(Budiyanto, 2005).
Menurut Charter
(2003) modul registrasi organisasi akan mengkoordinir dan menyeimbangkan
distribusi dari organisasi yang ada pada area yang terkena bencana dan
menghubungkan kelompok yang ada sehingga mereka bisa bekerja sebagai satu
kesatuan. Aplikasi ini tidak hanya melacak dimana organisasi tersebut aktif,
tetapi juga layanan yang diberikan oleh organisasi tersebut. Fitur-fitur yang
ada meliputi:
1.
Mengetahui daftar semua metadata
organisasi pemberi bantuan dan kegiatan yang dilakukan di daerah tertentu.
2.
Mendaftar sukarelawan yang ingin
berkontribusi,
3. Mengetahui layanan penting yang disediakan
organisasi dan dimana layanan tersebut disediakan,
4. Melaporkan layanan dan dukungan yang terkumpul pada
suatu daerah dan juga dimana tidak ada layanan bantuan yang tersedia.
Sebuah
sistem informasi yang terintegrasi, sebagai realisasi akan adanya kebutuhan
suatu sistem pemantau, harus dibangun untuk memenuhi kebutuhan yang semakin
meningkat. Sistem ini yang dinamakan Sistem Informasi Perikanan Indonesia
mempunyai kegunaan antara lain:
1. Mendukung
terciptanya suasana sinergis antara sistem-sistem informasi yang berkaitan
dengan perikanan baik yang sudah ada, yang sedang dikembangkan, maupun yang
sedang direncanakan.
2. Menekan
pemborosan akibat adanya duplikasi data yang berkaitan dengan perikanan,
sekaligus menjadi saling melengkapinya.
3. Menciptakan suatu sistem pendataan yang efisien dan
sederhana hingga
mudah
dimengerti oleh berbagai pihak.
4. Mengsyaratkan
data-data yang berkaitan dengan perikanan sehingga mudah dijangkau oleh seluruh
lapisan masyarakat maupun instansi yang memerlukan.
5. Menyediakan
data-data yang berkaitan dengan perikanan secara cepat.
6. Mendidik
masyarakat untuk dapat mengerti karakteristik perikanan Indonesia.
7. Menciptakan
rasa kepemilikan yang bertanggung jawab terhadap perikanan
Indonesia
pada masyarakat Indonesia secara umum.
8. Menyediakan
informasi yang dibutuhkan secara lebih valid dan lengkap untuk menjadikan
kebijakan lebih efektif.
Keuntungan
yang diperoleh dari ketersediaan sistem informasi perikanan Indonesia dapat
dilihat dari 3 (tiga) sisi yaitu sebagai pemberi data, sebagai pengambil
keputusan, dan sebagai pengguna informasi. Dari sisi pemberi data keuntungan
diperoleh dengan adanya pemanfaatan data yang lebih optimal dan peluang menjual
informasi dengan dimensi lebih luas. Sisi pengambil keputusan memperoleh
manfaat di dalam peningkatan pelayanan, pengambilan keputusan yang lebih cepat
dan tepat, maupun kebijakan-kebijakan yang akan lebih efektif dan efisien. Sedangkan dari sisi pengguna
informasi nilai tambah ada pada berkurangnya risiko atas tindakan yang tidak
tepat, meningkatnya daya saing, dan meningkatnya keuntungan (Suyanto,
2005).
Pada dasarnya setiap ikan mempunyai kriteria-kriteria
lingkungan tersendiri untuk kenyamanan hidupnya. Ikan Tuna tergolong jenis
scombrid yang sangat aktif dan umumnya menyebar di perairan yang oseanik sampai
ke perairan dekat pantai, territorial dan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE)
Indonesia. Keberadaan tuna di suatu perairan sangat bergantung pada beberapa
hal yang terkait dengan spesies tuna, kondisi hidrooseanografi perairan. Pada
wilayah perairan ZEE Indonesia, migrasi jenis ikan tuna di perairan Indonesia
merupakan bagian dan jalur migrasi tuna dunia karena wilayah Indonesia terletak
pada lintasan perbatasan perairan antara samodera Hindia dan samodera Pasifik.
Kelompok ikan tuna merupakan jenis kelompok ikan palagis besar, yang secara
komersial di bagi atas kelompok tuna besar dan tuna kecil. Tuna besar terdiri
dari jenis ikan tuna mata besar (bigeye – thunnus obesus), medidihang
(yellowfin – Thunnus albacares), tuna albakora (albacore – thunnus alalunga),
tuna sirip biru selatan (southem blue-fin – thunnus maccoyii). Dan tuna abu-abu
(longtail tuna – thunnus tonggol), sedangkan yang termasuk tuna kecil adalah
cakalang (skipjack – katsuwonus pelamis) (Pramudya, 2008).
Ikan dengan
mobilitasnya yang tinggi akan lebih mudah dilacak disuatu area melalui
teknologi ini karena ikan cenderung berkumpul pada kondisi lingkungan tertentu
seperti adanya peristiwa upwelling, dinamika arus pusaran dan daerah front
gradient pertemuan dua massa air yang berbeda baik itu salinitas, suhu atau
klorofil-a. Pengetahuan dasar yang dipakai dalam melakukan pengkajian adalah
mencari hubungan antara spesies ikan dan faktor lingkungan di sekelilingnya.
Dari hasil analisa ini akan diperoleh indikator oseanografi yang cocok untuk
ikan tertentu. Sebagai contoh ikan albacore tuna di laut utara Pasifik
cenderung terkonsetrasi pada kisaran suhu 18.5-21.5 0C dan berassosiasi dengan
tingkat klorofil-a sekitar 0.3 mg m-3 (Prahasta, 2007).
Selanjutnya
output yang didapatkan dari indikator oseanografi yang bersesuaian dengan
distribusi dan kelimpahan ikan dipetakan dengan teknologi SIG. Data indikator
oseanografi yang cocok untuk ikan perlu diintegrasikan dengan berbagai layer
pada SIG karena ikan sangat mungkin merespon bukan hanya pada satu parameter
lingkungan saja, tapi berbagai parameter yang saling berkaitan. Dengan
kombinasi SIG, inderaja dan data lapangan akan memberikan banyak informasi
spasial misalnya dimana posisi ikan banyak tertangkap, berapa jaraknya antara
fishing base dan fishing ground yang produktif serta kapan musim penangkapan ikan
yang efektif. Tentu saja hal ini akan memberi gambaran solusi tentang
pertanyaan nelayan kapan dan dimana bias mendapatkan banyak ikan. Faktor-faktor yang mempengaruhi di lingkungan
:
- Suhu
permukaan laut (SST),
- Tingkat
konsentrasi klorofil-a,
- Perbedaan
tinggi permukaan laut,
- Arah dan
kecepatan arus dan tingkat produktifitas primer
Keberhasilan usaha penangkapan ikan sangat ditentukan
kemampuan fishing master untuk menduga daerah penangkapan yang potensial.
Banyak penelitian yang telah dilakukan mengungkapkan bahwa keberadaan ikan yang
menjadi tujuan penangkapan dipengaruhi kondisi parameter-parameter oseanografi
seperti suhu, salinitas, kandungan fitoplantok, arus dan faktor lainnya.
Masing-masing jenis ikan mempunyai respon yang spesifik terhadap kondisi
parameter-parameter oseanografi tersebut. Sebagai contoh ikan tuna mata besar
optimum tertangkap pada suhu 10-15°C, Salinitas 34.5-35.5 %o dan kandungan
oksigen > 1ml/l (Monintja dan Yusfiandayani, 2009).
Penentuan daerah potensial penangkapan ikan
berdasarkan input layer-layer faktor oseanografi. Daerah potensial untuk
penangkapan jenis ikan tertentu ditentukan berdasarkan kriteria yang telah
diteliti sebelumnya. Permasalahannya hingga saat ini, kriteria yang spesifik
terhadap jenis ikan tertentu belum banyak diteliti. Parameter oseanografi yang
dapat diturunkan dari sensor satelit maupun hasil observasi lapang seperti
suhu, kandungan klorofil, tinggi paras laut (Raymond, 1996).
Data spasial dan atribut yang berhubungan dengan unit
penangkapan ikan dapat dibangun dalam SIG. Data ini sebagian besar dapat
diperoleh dari pelabuhan tempat pendaratan ikan, dinas kelautan dan perikanan
setempat. Untuk mendapatkan data yang lebih akurat mengenai armada, alat
tangkap, hasil tangkapan dan daerah penangkapan ikan target sebaiknya juga
dilakukan pengamatan langsung di lapangan. Salah satu contoh aplikasi SIG untuk
pengelolaan perikanan tangkap yang diuraikan di sini adalah yang dikembangkan
oleh Baro et al., di wilayah Malaga. Contoh diagram pemroses data secara umum
tertera pada dan pengembangan model basis data untuk pengelolaan perikanan
tangkap tertera pada (Suynto, 2004).
Peta lingkungan pantai didigitasi yang digunakan
sebagai peta dasar dalam SIG. Peta tematik lainnya juga didigitasi sebagai
masukan dalam SIG seperti peta orisinil daerah penangkapan ikan. Peta-peta ini
selanjutnya direlasikan dengan data atribut yang sesuai dalam tabel basis data.
Basis data mengandung semua informasi yang terintegrasi dalam format SIG
(Supiharyono, 2000).
Kegiatan penangkapan ikan pada periode akhir-akhir ini
semakin berkembang seiring dengan perkembangan teknologi penangkapan. Situasi
ini terlihat dengan semakin berkurangnya jumlah alat tangkap tradisional
seperti jenis alat tangkap perangkap dan jaring angkat serta diikuti dengan
meningkatnya penggunaan alat tangkap yang lebih efektif dan efisien. Hal
tersebut mengakibatkan pemanfaatan sumberdaya ikan di laut semakin intensif dan
daya jangkauan operasi penangkapan ikan oleh para nelayan semakin luas dan jauh
dari daerah asal nelayan tersebut.
Keuntungan yang diperoleh dari
ketersediaan sistem informasi perikanan Indonesia dapat dilihat dari 3 (tiga)
sisi yaitu sebagai pemberi data, sebagai pengambil keputusan, dan sebagai
pengguna informasi. Dari sisi pemberi data keuntungan diperoleh dengan adanya
pemanfaatan data yang lebih optimal dan peluang menjual informasi dengan
dimensi lebih luas. Sisi pengambil keputusan memperoleh manfaat di dalam
peningkatan pelayanan, pengambilan keputusan yang lebih cepat dan tepat, maupun
kebijakan-kebijakan yang akan lebih efektif
dan efisien. Sedangkan dari sisi pengguna informasi nilai tambah ada
pada berkurangnya risiko atas tindakan yang tidak tepat, meningkatnya daya
saing, dan meningkatnya keuntungan
Dengan kombinasi SIG, inderaja dan data lapangan akan
memberikan banyak informasi spasial misalnya dimana posisi ikan banyak
tertangkap, berapa jaraknya antara fishing base dan fishing ground yang
produktif serta kapan musim penangkapan ikan yang efektif. Tentu saja hal ini
akan memberi gambaran solusi tentang pertanyaan nelayan kapan dan dimana bias
mendapatkan banyak ikan. Ikan dengan
mobilitasnya yang tinggi akan lebih mudah dilacak disuatu area melalui
teknologi ini karena ikan cenderung berkumpul pada kondisi lingkungan tertentu
seperti adanya peristiwa upwelling, dinamika arus pusaran dan daerah front
gradient pertemuan dua massa air yang berbeda baik itu salinitas, suhu atau
klorofil-a.