Pengikut

Minggu, 20 Januari 2013


Senin, 07 Februari 2011
Kunci Tauhid: Mengendalikan Hawa Nafsu dan Mempertajam Dialog Spiritual 

Pengendalian hawa nafsu harus dimulai dari dalam diri, supaya baik seluruh amal kehidupan kita. Keluarga yang diberi nafkah karena hawa nafsu membuat diri jadi sakit. Nafsu amarah dan lawwamah yang tetap tinggi menjadikan hidup kotor, gejolak jiwa yang emosional. Kembangkanlah nafsu muthmainnah dengan selalu mendekatkan diri kepada Allah SWT. Barang siapa memuliakan agamanya, dia akan ditinggikan derajatnya oleh agamanya, selanjutnya barangsiapa merendahkan agamanya, ia pun akan direndahkan oleh agamanya. Ketiga jenis nafsu yang tertulis dengan pasti di dalam Al-Quran dan sangat berpengaruh terhadap perikehidupan manusia di hadapan Allah adalah: 
1. Nafsu AMMARAH BISSU’. Nafsu ini sangat berbahaya apabila melekat pada diri seseorang sebab ia terlalu mengarahkan manusia kepada perbuatan dan perilaku yang dilarang agama (QS.Yusuf/12 :53,“Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”) 
2. Nafsu LAWWAMAH, yaitu nafsu yang sudah mengenal baik dan buruk. Nafsu ini mengarahkan pemiliknya untuk menentang kejahatan, tetapi suatu saat jika ia lalai beribadah kepada Allah SWT, maka ia akan terjerumus kepada dosa. Orang yang memiliki nafsu ini BELUM KONSISTEN untuk menjalan ketaatan dan meninggalkan perbuatan dosa (QS. Al-Maidah/5 :13,“(Tetapi) karena mereka melanggar janjinya, Kami kutuk mereka, dan Kami jadikan hati mereka keras membatu. Mereka suka merobah perkataan (Allah) dari tempat-tempatnya, dan mereka (sengaja) melupakan sebagian dari apa yang mereka telah diperingatkan dengannya, dan kamu (Muhammad) senantiasa akan melihat kekhianatan dari mereka kecuali sedikit di antara mereka (yang tidak berkhianat), maka maafkanlah mereka dan biarkanlah mereka, sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.”) 
 3. Nafsu MUTHMA’INNAH, yaitu nafsu yang membuat pemiliknya tenang dalam ketaatan. Nafsu ini telah mendapat rahmat ALLAH SWT, dan manusia yang mendapatkan nafsu ini akan mendapat ridha ALLAH SWT di dunia dan akhirat. Orang ini akan khusnul Khotimah di akhir hidupnya sebagai pintu menuju surga ALLAH SWT (QS. Al –Fajr/89 :27-30,“Hai jiwa yang tenang. - Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya. - Maka masuklah ke dalam jamaah hamba-hamba-Ku, - dan masuklah ke dalam surga-Ku.”) Indonesia negara subur, perlu kerja keras dalam membangun. Menghargai manusia (murid) adalah kunci keberhasilan pembangunan negara dan bangsa. Maka dosen atau guru tidak boleh menyia-nyiakan muridnya. Rasul mengatakan media yang paling canggih dalam mengembangkan bangsa adalah mendekati umat. Umat harus ditinggikan dan diajak bertauhid agar dapat mengembangkan komunikasi (dialog) kepada Allah SWT. Jiwa dan raga harus ada komunikasi yang secara sadar dalam satu energi, yaitu energi Allah SWT. Sehingga menghindari istidrad (pemaksaan kehendak), dengan cara menguatkan wahyu dalam kerangka kehidupan agar menjadi umat yang bertauhid. Dalam melaksanakan shalat kita menghendaki keadaan yang hening, karena jiwa kita ketika dikenalkan pada firman Allah, nyamannya kita terkadang menginginkan mata tertutup, telinga menutup informasi dari yang lain dan tangan kita bersedakep. Straeteginya adalah ketika kita berdialog kepada Robbul Izzati matikanlah dahulu semua pengganggu mata, telinga, dan lain-lain baru setelah itu hati bisa hidup (alastu birobbikum qoolu blaan syahidna). Banyak orang mati hatinya dan tidak mampu menjaga perutnya (pusatnya) karena syahwat ada (bergolak) di dalamnya. Melawan syahwat adalah dengan mengorbankan kesenangan fisik untuk menemukan syafaat Allah. Syafaat akan muncul bila ladang persemaiannya benar-benar dipelihara. Dalam kaitan ini maka syafaat akan datang bila kita membantu anak yatim, membantu masjid, dan meninggikan ibadah sosial lainnya arti kata jangan rendahkan agama. Belajar berdialog dimulai dengan merancang komunikasi kepada Rasulullah Muhammad SAW. Bersholawat kepada rasul adalah mengembangkan momentum kesolehan dalam memberikan manfaat lahiriah dan batiniah bagi orang lain. Sholawat adalah santunan kepada jalan Allah, meninggikan ahlak (tangan di atas lebih mulia dari tangan yang di bawah) ini adalah konsep syafaat. Disebabkan kita pernah dijajah, maka Indonesia (umat Islam Indonesia) di antara amaliyah ibadahnya merupakan produk penjajah, yaitu hanya sekadar teori tetapi tidak menumbuhkan kecintaan kepada Allah SWT dan Rasulullah Muhammad SAW. Manusia yang tidak bisa ditundukkan oleh ajaran Agama akan ke mana perginya, jika ada rezeki jangan lupa dengan rumah Allah, sumbang dan santuni serta hidupkan Al-Quran. Malaikat dan Rasulullah menunggu Al-Quran dibahas dan menjadi emosi jiwa yang tinggi yang membakar rasa tauhid dengan tujuan melihat ajaran Allah SWT melalui Baginda Rasulullah SAW dapat menjulang tinggi. Allah SWT berfirman bahwa kemuliaan hanya milik Allah, bila ingin mendekati sifat kemuliaan persilahkan mulai melakukan perkataan-perkataan yang baik dan amal yang saleh itulah kapital. Manusia telah diberi lidah untuk berkata yang baik dan diberi indera untuk beramal kebaikan. Siapa mau beramal dengan kata dan perbuatan di situlah dialog kepada Allah tidak pernah berhenti. Allah rindu kepada hambanya yang selalu ingin bergantung bahkan Allah cemburu kepada hambanya yang memalingkan wajah dari-Nya. Sebagian ahli tafsir mengatakan bahwa perkataan yang baik itu ialah kalimat tauhid yaitu laa ilaa ha illallaah; dan ada pula yang mengatakan zikir kepada Allah dan ada pula yang mengatakan semua perkataan yang baik yang diucapkan karena Allah Surat Fathir memberi penjelasan tentang eksistensi Allah bagi kehidupan hamba-Nya. Berjalan dengan lurus penuh perhatian pada agama Allah SWT maka dengan demikianlah ajaran agama akan tinggi dan mudah dipahami oleh siapapun yang berniat untuk masuk ke dalam kebenaran hakiki.
 




“Barangsiapa yang menghendaki kemuliaan, Maka bagi Allah-lah kemuliaan itu semuanya. kepada-Nyalah naik perkataan-perkataan yang baik dan amal yang saleh dinaikkan-Nya dan orang-orang yang merencanakan kejahatan bagi mereka azab yang keras. dan rencana jahat mereka akan hancur”. (QS. Faathir/35 : 10) Syafaat adalah perkataan tauhid dan amal sholeh! Jika ada orang yang ingin mengganggu orang lain yang meninggikan agama Allah, siap-siap Allah akan menghancurkan. Karena Allah penghancur yang teramat dahsyat. Menjadi pembawa risalah agama tidak pada tempatnya bila menjadikan dunia sebagai sebuah kemuliaan. Bukan dunia, bukan harta kekayaan, dan jabatan yang memuliakan. Penyebab kemuliaan adalah merebut perhatian Allah SWT agar kita bisa merebut kemuliaan dari genggaman Allah dimana Allah ikhlas memberikannya kepada manusia. Menyelami spiritual adalah sebuah karunia dan nikmat dari Allah. Allah menghendaki hamba-Nya selalu ingat kepada Allah dengan cara udzkuru, mengingat dan mengenal laa ilaha illallah dengan meninggikan ajaran agama Allah. Sumbang dan korbankan harta untuk mempraktikkan iman dan rasa syukur kepada Allah. Orang intelektual mencari harta dan dunia sedangkan orang spiritual menunggu keridloan Allah, karena hartanya bukan untuk kesenangan pribadi tetapi untuk meningkatkan energi agar selalu mudah berdialog kepada Allah.
 


 
 “Hai manusia, ingatlah akan nikmat Allah kepadamu Adakah Pencipta selain Allah yang dapat memberikan rezki kepada kamu dari langit dan bumi ? tidak ada Tuhan selain dia; Maka Mengapakah kamu berpaling (dari ketauhidan)” (QS. Faathir/35 : 3) Berdialog kepada Allah bukan keinginan siapapun kecuali kesadaran dari dalam diri sendiri. Keutamaan yang terakahir dari perjuangan dialog hamba Allah adalah rasa takut yang tinggi kepada Allah. Perkataannya baik, perbuatannya baik, sehingga kesalehan menjadi tampak bukan karena dipaksakan tetapi karena tuntunan. Rasa takut kepada Allah itulah yang selanjutnya menjadikan seseorang menjadi begitu mudah beramal harta, beramal materi dan beramal perkataan yang baik-baik. 
 



 
“Dan demikian (pula) di antara manusia, binatang-binatang melata dan binatang-binatang ternak ada yang bermacam-macam warnanya (dan jenisnya). Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun” (QS. Faathir/35 : 28) 
 



 
“Kemudian kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri dan di antara mereka ada yang pertengahan dan diantara mereka ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah yang demikian itu adalah karunia yang Amat besar”. (QS. Faathir/35 : 32) Allah adalah penentu karunia dan iman yang tertanam dalam diri setiap hamba-Nya. Setiap kita diberi kesempatan untuk menentang Allah, atau tunduk dan taat kepada Allah. Manusia hanya bisa memprotek kehidupannya bila yang dihadapi adalah kepentingan kemanusiaannya, namun tidak mungkin sama sekali bila yang dihadapi adalah Allah. Jika kita beriman, Allah akan sayang dan kasih kepada kita, namun bila membangkang itulah penganiaya diri sendiri. Yang dimaksud dengan orang yang menganiaya dirinya sendiri ialah orang yang lebih banyak kesalahannya daripada kebaikannya. Mereka ini orang yang telah putus dialog kepada Allah, seandainyapun ia sholat bukan untuk menyambung tali dialog tersebut, melainkan hanya sia-sia belaka perbuatannya. Allah SWT telah menggariskan dalam hak-Nya yang teramat mutlak mengenai hamba yang terpilih menjadi pilihan. Allah tidak pernah kesulitan dalam menentukan pilihan hamba yang pantas membawa ajaran-Nya. Cukup mudah kriterianya, yaitu iman dan amal shaleh. Para nabi dan rasul disebabkan kemampuannya dalam menguatkan iman dan amal shaleh, karena itulah Allah telah memilih mereka masing-masing sebagai pembawa risalah. Orang pertengahan ialah orang-orang yang kebaikannya berbanding dengan kesalahannya, sedang yang dimaksud dengan orang-orang yang lebih dahulu dalam berbuat kebaikan ialah orang-orang yang kebaikannya amat banyak dan amat jarang berbuat kesalahan. 
 


 
“Apa saja yang Allah anugerahkan kepada manusia berupa rahmat, Maka tidak ada seorangpun yang dapat menahannya; dan apa saja yang ditahan oleh Allah Maka tidak seorangpun yang sanggup melepaskannya sesudah itu. dan Dialah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana” (QS. Faathir/35 : 2) Pengembang ilmu hikmah selalu mencari cara untuk bisa bertemu dengan mutiara-mutiara pada setiap ayat Al-Quran. Setiap mutiara yang berupa ilmu dan amal merupakan rahmat yang besar. Allah pemiliknya yang tidak dapat ditahan rahmat tersebut dan tidak dapat dilepas tanpa izin Allah. Bersiap-siaplah bila rahmat tersebut datang kepada kita, dan kejarlah bila ternyata anugerah rahmat tersebut belum menghampiri. Namun Allah maha bijaksana untuk tidak membiarkan anugerah tersebut jatuh ke tangan orang lain apalagi jika kita tahu bahwa Allah memang tidak pernah berbuat dzalim kepada setiap hambanya. Orang intelektual mudah dipatahkan oleh orang spiritual. Spiritual adalah penyatuan rasa Iman (laa ilaaha illallah) untuk hal ini tidak ada perdebatan. Ilmu nahwu adalah ilmu teoretik yang perlu pengamalan agar ilmu nahwu tersebut menjadi nyata. Walisongo memiliki kecerdasan dalam mengembangkan ilmu nahwu teoretik dan cerdas mengkontekstualisasinya dalam kehidupan sehari-hari. Manusia membentuk satu rasa, rasa tauhid antara murod dengan mursyid. Setiap hamba Allah ingin selalu dapat menuju jalan tauhid tanpa ada rintangan. Menuju jalan yang benar tanpa ada rintangan tentu mustahil. Apalagi bila ingin menjadi manusia pilihan Allah yang sudah mampu mengendalikan hawa nafsu dan tidak menyandarkan setiap perkataan dan perbuatan di luar bimbingan Allah SWT. Pemberi peringatan mendapat tugas ketika telah berhasilnya seseorang mengingatkan dirinya sendiri untuk tidak pernah berjalan tanpa izin Allah SWT. Pengaturan atau manajemen profesional telah Allah tunjukkan melalui kesiapan kehidupan manusia yang tidak pernah dibuat susah oleh Allah sampai kapanpun. Allah menghendaki manusia benar-benar mampu mengenal-Nya sehingga berbagai macam perlengkapan Allah upayakan untuk kita. Siapapun boleh mengenal Allah, Dia tidak mengenal diskriminasi. Nabi Muhammad SAW adalah pembawa kebenaran yang tidak pernah mendiskriminasi. Hal ini karena Allah selalu menjadi penjamin mutu bagi rasul yang diutus-Nya. Ketika Allah menghampiri hamba-Nya pasti berita gembira yang dibawanya Karena Allah sudah sangat paham bahwa manusia membutuhkan motivasi untuk beribadah. Tetapi setelah motivasi diberikan secara terbuka untuk siapapun ternyata manusia belum tertarik melakukanya, barulah Allah SWT mengeluarkan perintah untuk mengeluarkan justifikasi (keputusan) diterima atau ditolak. 
 


 
“Sesungguhnya Kami mengutus kamu dengan membawa kebenaran sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan dan tidak ada suatu umatpun melainkan telah ada padanya seorang pemberi peringatan” (QS. Faathir/35 : 24) Nandzir memiliki sifat tegas, pembuktian yang nyata sebagai seorang nandzir dan bukan “maling agama”. Al Ghazali megatakan rampok jalanan bagi nandzir yang nakal yang menjual ceramahnya untuk upah yang diterimanya. Memahami ajaran rasulullah dengan cara memahami hamdalah, merenungkan dan dan mempraktikkan. Harta dan jiwa jadi taruhan untuk mengenal Allah. Ambil hikmah dari jalan sepur (kereta) yang tetap lurus jalannya mengikuti relnya. Nandzir yang tidak amanah direkomendasikan untuk tidak diamini doanya, karena Nandzir yang komitmen tentu tidak minta upah. “Maka Apakah orang yang dijadikan (syaitan) menganggap baik pekerjaannya yang buruk lalu dia meyakini pekerjaan itu baik, (sama dengan orang yang tidak ditipu oleh syaitan)? Maka Sesungguhnya Allah menyesatkan siapa yang dikehendaki-Nya dan menunjuki siapa yang dikehendaki-Nya; Maka janganlah dirimu binasa karena kesedihan terhadap mereka. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat” Banyak orang merasa telah membela agama padahal belum! Kenali dahulu rasulnya, baru bisa membela agama. Standar terbaik dalam perbuatan hamba Allah adalah Al-Quran. Wallahu a’lam bi Shawab. 

Penulis : Dr. Yayat Suharyat, M.Pd.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar